Sabtu, 16 April 2011

Pragmatik dan komponen-komponennya

I. Definisi Pragmatik
Para pakar pragmatik mendefinisikan ini secara berbeda-beda. George (1964: 31 -8) misalnya, menyebutkan bahwa pragmatik adalah sesuatu yang menelaah keseluruhan perilaku insan, terutama sekali dalam hubungannya dengan tanda-tanda dan lambang-lambang. Pragmatik memusatkan perhatian pada cara insan berperilaku dalam keseluruhan situasi pemberian tanda dan penerimaan tanda.
Heatherington (1980: 155) menyebutkan bahwa pragmatik adalah telaah mengenai ucapan-ucapan khususnya dalam situasi-situasi khusus dan terutama sekali memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial performansi bahasa dapat mempengaruhi tafsiran atau interpretasi. Pragmatik menelaah bukan saja pengaruh-pengaruh fonem suprasegmental, dialek, dan register, tetapi justru memendang performansi ujaran pertama-tama sebagai suatu kegiatan sosial yang ditata oleh aneka ragam konvensi sosial. Para teoritikus pragmatik telah mengidentifikasi adanya tiga jenis prinsip kegiatan ujaran, yaitu kekuatan ilokusi (illocutionary force), prinsip-prinsip percakapan (conversational principles), dan presuposisi (presuppositions).
Leech (1983: 6 (dalam Gunarwan 2004: 2)) melihat pragmatik sebagai bidang kajian dalam linguistik yang mempunyai kaitan dengan semantik. Keterkaitan ini disebut semantisisme, yaitu melihat pragmatik sebagai bagian dari semantik; pragmatisisme, yaitu melihat semantik sebagai bagian dari pragmatik; dan komplementarisme, atau melihat semantik dan pragmatik sebagai dua bidang yang saling melengkapi.
Linguistic pragmatics ….. is at the intersectionof a number of fields within and outside of cognitive science: not only linguistics, cognitive psychology, cultural antrophology, and philosophy (logic, semantics, action theory), but also sociology (interpersonal dynamics and social convention) and rhetoric contribute to its domain (georgia green 1996: 1-2(dalam Louise Cummings 2005: 1))
Dalam bukunya yang berjudul Pragmatics, Stephen C. Levinson telah mengumpulkan sejumlah batasan pragmatik yang berasal dari berbagai sumber dan pakar yang mana rangkumannya sebagai berikut.
Pragmatik adalah telaah mengenai “hubungan tanda-tanda dengan para penafsir” (Morris 1938:6). Teori pragmatik menjelaskan alasan atau pemikiran para pembicara dan para penyimak dalam menyusun korelasi dalam suatu konteks sebuah tanda kalimat dengan suatu proposisi (rencana atau masalah). Dalam hal ini teori pragmatik merupakan bagian dari performansi.
Pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain: telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.
Levinson (1980: 1-27) pragmatik adalah telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain: telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.

II. Perkembangan Pragmatik

Mey (1998), seperti dikutip oleh Gunarwan (2004: 5), mengungkapkan bahwa pragmatik tumbuh dan berkembang dari empat kecenderungan atau tradisi, yaitu: (1) kecenderungan antisintaksisme; (2) kecenderungan sosial-kritis; (3) tradisi filsafat; dan (4) tradisi etnometodologi.
Kecenderungan yang pertama, yang dimotori oleh George Lakoff dan John Robert Ross, menolak pandangan sintaksisme Chomsky, yaitu bahwa dalam kajian bahasa yang sentral adalah sintaksis, dan bahwa fonologi, morfologi, dan semantik bersifat periferal. Menurut Lakoff dan Ross, keapikan sintaksis (well-formedness) bukanlah segalanya, sebab, seperti sering kita jumpai, komunikasi tetap dapat berjalan dengan penggunaan bentuk yang tidak apik secara sintaksis (ill-formed), bahkan semantik (Gunarwan 2004: 6(.
Kecenderungan kedua, yang tumbuh di Eropa, tepatnya di Britania, Jerman, dan Skandinavia (Mey 1998: 717 (dalam Gunarwan 2004: 6)), muncul dari keperluan terhadap ilmu bahasa yang secara sosial relevan, bukan yang sibuk dengan deskripsi bahasa semata-mata secara mandiri.
Tradisi yang ketiga, yang dipelopori oleh Bertrand Russell, Ludwig Wittgenstein, dan terutama John L. Austin dan John R. Searle, adalah tradisi filsafat. Para pakar tersebut mengkaji bahasa, termasuk penggunaannya, dalam kaitannya dengan logika. Leech (1983: 2), seperti dikutip Gunarwan (2004: 7), mengemukakan bahwa pengaruh para filsuf bahasa, misalnya Austin, Searle, dan Grice, dalam pragmatik lebih besar daripada pengaruh Lakoff dan Ross.
Tradisi yang keempat adalah tradisi tradisi etnometodologi, yaitu cabang sosiologi yang mengkaji cara para anggota masyarakat tutur (speech community) mangorganisasi dan memahami kegiatan mereka. Dalam etnometodologi, bahasa dikaji bukan berdasarkan aspek kegramatikalannya, melainkan berdasarkan cara para peserta interaksi saling memahami apa yang mereka ujarkan. Dengan kata lain, kajian bahasa dalam etnometodologi lebih ditekankan pada komunikasi, bukan tata bahasa (Gunarwan 2004:6).

III. Semantik dan Pragmatik

Pada dasarnya, masalah pembedaan antara language dan speech, antara bahasa dan ujaran, berpusat pada perdebatan mengenai batas antara semantik dan pragmatik. Memang kedua bidang ini berkaitan dengan makna, tetapi terkadang batas antara keduanya sangat samar.
(1) Apa maksud lukisan ini?
(2) Apa yang anda maksud dengan lukisan ini?
Secara tradisional semantik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan dua arah, seperti yang tertera pada kalimat (1), sedangkan pragmatik memperlakukan makna sebagai suatu hubungan tiga arah, seperti pada kalimat (2). Maka makna dalam pragmatik berhubungan dengan pembicara atau pemakai bahasa, sedangkan makna dalam semantik benar-benar dibatasi sebagai suatu sifat ekspresi dalam bahasa tertentu. Jadi dari segi maksud dan tujuan linguistik maka dapat ditarik batasan makna: pragmatik sebagai suatu telaah makna dalam hubungannya dengan aneka situasi ujaran.

IV. Pragmatik Umum

Pragmatik umum dapat dibagi atas:
a) Pragmalinguistik
b) Sosiopragmatik
pragmalinguistik adalah telaah mengenai kondisi-kondisi umum penggunaan komunikatif bahasa. Maka ini dapat diterapkan pada telaah pragmatikang tujuannya lebih mengarah kepada tujuan linguistik yang mempertimbangkan sumber-sumber khusus yang disediakan oleh suatu bahasa tertentu untuk menyampaikan ilokusi-ilokusi tertentu (ilokusi adalah cara melakukan sesuatu tindakan dalam mengatakan sesuatu).
Sosiopragmatik adalah telaah mengenai kondisi-kondisi setempat atau lokal yang lebih khusus mengenai penggunaan bahasa. Dalam masyarakat setempat yang lebih khusus ini jelas terlihat bahwa prinsip koperatif atau prinsip kerjasama dan prinsip kesopansantunan berlangsung secara berubah-ubah dalam kebudayaan yang berbeda-beda atau aneka masyarakat bahasa, dalam situasi-situasi sosial yang berbeda-beda, diantara kelas-kelas sosial yang berbeda-beda, dan sebagainya. Dengan kata lain sosiopragmatik merupakan tapal batas sosiopragmatik.













Keterangan : Pragmatik Umum dan Cabang-cabangnya.

V. Pragmatik dan Tindak Ujar

A. Teori Tindak-Tutur
(i) Pembicara atau penulis dan penyimak atau pembaca
Dalam setiap situasi ujaran haruslah ada pihak penbicara atau penulis dan pihak pembaca atau penyimak. Hal ini mengandung implikasi bahwa pragmatik tidah hanya terbatas pada bahasa lisan tetapi juga bahasa tulis.
(ii) Konteks ujaran
Kata konteks dapat diartikan dengan berbagai cara, misalnya dengan memasukkan aspek-aspek yang sesuai atau relevanmengenai latar fisik dan sosial suatu ucapan.
(iii) Tujuan ujaran
Setiap situasi ujaran atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula.
(iv) Tindak ilokusi
Bila tata bahasa menggarap kesatuan-kesatuan statis yang abstrak seperti kalimat-kalimat (dalam sintaksis) dan proposisi-psoposisi (dalam semantik), maka pragmatik menggarap tindak-tindak verbal atau performansi-performansi yang berlangsung di dalam situasi-situasi khusus dalam waktu tertentu. Maka ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan suatu tindak ujar.
(v) Ucapan sebagai produk tindak verbal
Ucapan dalam konteks pragmatik dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengacu kepada produk suatu tindak verbal dan bukan hanya kepada tindak verbal itu sendiri.
B. Jenis tindak ujar
(a) Tindak lokusi
(b) Tindak ilokusi
(c) Tindak perlokusi (Austin 1962)
Secara singkat dapat dikatakan bahwa:
(a) Tindak lokusi : melakukan tindakan untuk menyatakan sesuatu;
Contoh: Pembicara berkata kepada penyimak bahwa X.
(b) Tindak ilokusi : melakukan suatu tindakan dalam mengatakan sesuatu;
Contoh: dalam mengatakan X, pembicara menyatakan bahwa P.
(c) Tindak perlokusi : melakukan suatu tindakan dengan menyatakan sesuatu;
Contoh: dengan mengatakan X, pembicara meyakinkan penyimak bahwa P.
C. Prinsip Konversasi
a) Prinsip kerjasama (cooperative principle)
b) Prinsip sopan santun (politenes principle)
Interaksi antara kedua prinsip ini menjadi bahan pembicaraan penting dalam pragmatik, khususnya dalam tindak ujar.
Yang masuk ke dalam prinsip kerjasama adalah empat kategori maksim yang berbeda, yaitu:
(1) Maksim kuantitas : memberi jumlah informasi yang tepat; yaitu:
(i) Membuat sumbangan seinformatif mungkin.
(ii) Jangan membuat sumbangan lebih informatif daripada yang diinginkan.
(2) Maksim kualitas: mencoba membuat kontribusi atau sumbangan yang merupakan sesuatu yang benar; yaitu:
(i) Jangan dikatakan apabila diyakini salah.
(ii) Jangan dikatakan apabila tidak tahu persis.
(3) Maksim relasi : menjaga kerelevansian.
(4) Maksim cara : menajamkan pikiran; yaitu:
(i) Menghindari ketidakjelasan ekspresi.
(ii) Menghindari ambiguitas.
(iii) Memberi laporan singkat.
(iv) Tertib dan rapi.
Yang masuk ke dalam prinsip sopan santun adalah enam kategori maksim yang berbeda, yaitu:
(5) Maksim kebijaksanaan (dalam kerugian dan keuntungan)
(i) Mengurangi dan memperkecil kerugian orang lain.
(ii) Menambah dan memperbesar keuntungan kepada orang lain.
(6) Maksim kedermawanan (kerugian dan keuntungan)
(i) Mengurangi keuntungan pribadi.
(ii) Menambahi pengorbanan bagi diri sendiri.
(7) Maksim penghargaan (dalam ekspresi dan asersi; dalam perasaan dan ketegasan)
(i) Mengurangi cacian pada orang lain.
(ii) Menambahi pujian pada orang lain.
(8) Maksim kesederhanaan (dalam ekspresi dan asersi)
(i) Mengurangi pujian pada diri sendiri.
(ii) Menambahi cacian pada diri sendiri.
(9) Maksim permufakatan (dalam ketegasan)
(i) Mengurangi ketidaksesuaian pada diri sendiri dan orang lain.
(ii) Meningkatkan persesuaian antara diri sendiri dan orang lain.
(10) Maksim simpati (dalam ketegasan)
(i) Mengurangi antipasti antara diri sendiri dan orang lain.
(ii) Memperbesar simpati antara diri sendiri dan orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar